(oleh :Al-Ustadz Abdul Mu’thi, Lc.)
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa shalat
Jum’at adalah fardhu/wajib atas laki-laki yang berakal dan sudah baligh
yang bukan musafir, serta tidak ada uzur/halangan yang membolehkannya
untuk meninggalkan Jum’atan. Shalat Jum’at dikerjakan untuk mendekatkan
diri kepada Allah Subhanahu wata’ala sehingga seseorang meraih surga-Nya
dan terhindar dari azab-Nya.
Shalat Jum’at dilangsungkan setelah
didahului dengan dua khutbah. Apabila khatib telah selesai berkhutbah
maka muazin mengumandangkan iqamah,
dan yang utama bahwa khatib itu juga yang memimpin shalat Jum’at,
meskipun boleh jika khatib dan imam Jum’at itu berbeda. Hal ini
dibolehkan karena khutbah adalah amalan tersendiri dan terpisah dari
shalat, hanya saja hal ini menyelisihi sunnah. (Lihat Fatawa al- Lajnah
ad-Daimah 8/237)
Telah mutawatir dan masyhur dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau shalat Jum’at hanya dua
rakaat1. Demikian pula bahwa kaum muslimin telah sepakat bahwa shalat
Jum’at itu dua rakaat. Dengan ini, shalat Jum’at adalah shalat
tersendiri, bukan zhuhur dan bukan ganti dari zhuhur. Barang siapa
menyangka bahwa Jum’atan adalah shalat zhuhur
yang diqashar/diringkas maka dia telah jauh rimbanya. Akan tetapi,
Jum’atan adalah shalat tersendiri yang memiliki syarat dan sifat yang
khusus. Oleh karena itu, shalat Jum’at dilakukan dua rakaat meskipun
dalam kondisi mukim. (lihat asy-Syarhul Mumti’ 5/88-89)
Surat Apa yang Dibaca dalam Shalat Jum’at?
Surat apa saja dari al-Qur’an yang dibaca
imam setelah al-Fatihah maka telah mencukupi. Namun ada beberapa surat
yang disunnahkan untuk dibaca pada shalat Jum’at yaitu surat al-Jumu’ah
dan surat al-Munafiqun atau surat al-A’la
(سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى)
dan surat al-Ghasyiyah
(هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ).
Hal ini berlandaskan hadits Ibnu ‘Abbas
radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dahulu
membaca surat al-Jumu’ah dan surat al-Munafiqun dalam shalat Jum’at (HR.
Muslim no. 879)
Dari sahabat an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam membaca :
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
dan
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
pada shalat ‘Ied dan Jum’at.” (HR. Muslim 878)
Ulama menyebutkan di antara hikmah
membaca surat al-Jumu’ah karena ia memuat tentang wajibnya Jum’atan dan
hukum-hukum Jum’atan. Adapun hikmah dibacanya surat al-Munafiqun karena
orang-orang munafik tidaklah berkumpul pada suatu majelis yang lebih
banyak daripada saat Jum’atan. Oleh karena itu, dibaca surat ini sebagai
celaan atas mereka dan peringatan agar mereka bertobat. (lihat Syarh
Shahih Muslim 6/404 karya an-Nawawi rahimahullah)
Bacaan al-Fatihah dan surat pada shalat
Jum’at itu dengan jahr (dikeraskan) sebagaimana dengan sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini tentu menjadi salah satu bukti
bahwa shalat Jum’at tidak sama dengan shalat zhuhur. Adapun
bacaan-bacaan yang lain di saat sujud, ruku’, dan semisalnya, serta
gerakan-gerakannya sama dengan shalat-shalat yang lain.
Kapan Seseorang Dikatakan telah Mendapatkan Shalat Jum’at?
Jika mendapatkan satu rakaat bersama imam
yang minimalnya mendapatkan ruku’ bersama imam pada rakaat kedua
berarti dia telah mendapatkan shalat Jum’at sehingga dia tinggal
menambah satu rakaat yang tertinggal. Ini berlandaskan hadits Abu
Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الْجُمُعَةِ رَكْعَةً فَلْيَصِلْ إِلَيْهَا أُخْرَى
“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari
(shalat) Jum’at hendaklah dia menyambung kepadanya rakaat yang lain.”
(Shahih Sunan Ibnu Majah no. 927)
Hadits ini dijadikan landasan dalam
beramal menurut mayoritas ulama dari kalangan sahabat dan yang lainnya.
Mereka mengatakan, “Barang siapa mendapati satu rakaat dari Jum’atan
maka ia shalat (satu rakaat) yang lain untuk (menyempurnakannya). Barang
siapa mendapati mereka sudah duduk maka ia shalat empat rakaat.” (Sunan
at-Tirmidzi 2/403)
Maka dari itu, barang siapa yang tidak mendapati shalat Jum’at bersama imam ia shalat zhuhur empat rakaat, bukan shalat Jum’at.
sumbehttp://www.darussalaf.or.id/fiqih/tata-cara-shalat-jumat:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar